Visi, Narasi, Teman Imaji.

Hari ini, saya di perpustakaan kota Yogyakarta. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, tempat ini membuat saya ingin selalu menulis, mengeluarkan segala hal yang ada di pikiran. Membiarkan segala yang ada dikepala saya menguap, menyebar kemana saja.
Brain-Dump. Kata seorang ustadz yang kajiannya baru saya ikuti kemarin sore.
Di tulisan ini, saya akan lebih banyak bercerita. *ciyeee cerita terus
Kemarin pagi, saya menge-chat sahabat saya, Ulil.
“Lil, perempuan solehah itu tidak suka dikenal dan mengenal. Tidak suka jadi sorotan, tidak suka jadi titik perhatian. Perempuan solehah itu, dimulutnya tidak menyebut-nyebut nama laki-laki. Demikian dengan laki-laki, tidak menyebut namanya. Akhwat yang ini cantik, humble, blablabla. Perempuan solehah itu selalu menjaga, karena dia percaya bahwa yang menjaga hanya untuk yang terjaga. Itulah mengapa, sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan solihah”.
Beberapa detik kemudian, saya chat lagi.
“Aku merasa hina, Lil. Semangatin aku terus untuk berbenah, belajar jadi solihah, enggak setengah-setengah. Difase kayak gini, kita cuma butuh Allah. No more, No excuse”.
Satu menit kemudian, Ulil membalas.
“Masyaa Allah. Aku tertohok, Re. Seriously, Tertusuk”.
“Jadi gimana, Lil?”
“Kita harus saling mengingatkan, jangan lemah, jangan, jangan pernah”
Betapa Allah Maha Penyayang, memberikan sahabat yang baik, lingkungan yang kondusif, atmosfer yang mendukung untuk selalu mengingat-Nya.
Walaupun, dalam beberapa hal, penjagaan hati, istiqomah, masih sangat berat dan banyak sekali ujiannya.
Setelah chat itu, kami masih melanjutkan berdiskusi perihal sosial media. Tentang bagaimana seorang perempuan yang meng-upload foto wajahnya ke sosmed dengan ukuran close up, menampakkan kecantikannya. Niatnya mungkin menginspirasi, tapi kemudian ada dampak lain yang muncul akibat postingan tersebut.
Astagfirullah, ini reminder buat diri saya dan sahabat saya.
Belakangan, saya mengamati akun instagram Hawaariyyun. Dalam postingan-postingannya, berisi banyak hal yang telah menyadarkan saya akan kehinaan-kehinaan yang lalu.
Begitulah, lagi dan lagi. Allah selalu punya cara untuk mengingatkan hamba-Nya dengan cara yang tidak disangka-sangka.
Pada detik yang sama ketika tulisan ini diketik, saya berpikir bagaimana untuk bisa menjadi cantik.
*Lah bukannya kamu udah cantik? *Iya itu kata Bapak
Cantik yang saya maksud adalah cantik dalam makna sebenarnya. Bukan cantik sebagaimana persepsi manusia. Coba kita lihat doa bercermin ini,
Lalu mengapa di kalimat berikutnya, “perbaikilah akhlakku?”
Inilah yang kemudian harus digaris bawahi, bahwa rupa sudah dalam kondisi sebaik-baiknya diberi oleh Allah, maka the real cantik adalah akhlak itu sendiri.
Mengapa akhlak?
Kalau ada kaum laki-laki yang membaca tulisan ini, saya ingin bertanya.
Apakah kalian mau, menikah dengan seorang perempuan yang cantik, tapi kalau bicara sembarangan, tidak mengenal adab, tidak punya sopan santun, entah harus dengan seperti apa menggambarkan akhlaknya.
Atau kalian memilih yang biasa saja tapi punya sisi kelembutan, jiwa keibuan, bicaranya sopan, perilakunya santun, pembawaannya tenang, solihah lah pokoknya.
Maka jelaslah jawaban kalian akan memilih yang cantik wajahnya, cantik juga akhlaknya.
Kembali lagi ke yang sudah saya jelaskan, rupa sudah sedemikian baiknya diberi Allah. Ini soal hati, keimanan, akhlakul karimah.
Lalu, mengapa judul tulisan ini “Visi, Narasi, Teman Imaji?”
Baiklah, sekarang kita bahas persoalan ini.
Visi, saya yakin setiap orang memilikinya.
Eh tunggu dulu, ternyata tidak!
Saya ingat beberapa waktu lalu, saya ditanya oleh seorang teman seangkatan, beliau seorang laki-laki dan beberapa hari lagi akan melaksanakan sidang skripsi.
“Re, apa yang membuat kamu mau menikah 2019? Alasannya apa?”
“Ibadah kepada Allah”.
“Udah, itu aja?”
“Untuk berjuang, jalan juangku berat dan berliku, harus ada orang yang sevisi, jadi partner buat menghadapi semuanya. Alasan utamanya karena 2 itu. Kalau alasan yang lain, masih ada lagi, banyak”.
“Jadi penasaran sama perencanaan hidupmu, seberapa berat dan berliku”.
“Wahhhh, aku punya visi untuk membangun Indonesia. Jalannya udah aku buat, perencanaannya juga udah”.
“Boleh banget dibagi ke aku, biar pikiranku kebuka. Jujur, aku belum ada perencanaan kedepannya gimana. Tolong tularin ilmunya”.
Betapa terkejutnya saya waktu itu. Seorang laki-laki, sebentar lagi lulus dan akan menyandang gelar sarjana, tapi belum punya perencanaan kedepan akan melakukan apa?
Bagaimana mungkin? Sungguh kutidak habis pikir.
“Kamu belum terbukanya dibagian apa?”
“Belum kebuka aja pikiranku untuk merencanakan kedepan bakalan gimana. Aku mau tau perencanaan kamu, biar termotivasi”.
Oh tidak…, visi adalah tujuan besar dalam hidup.
Kalau tidak punya? Ibarat menaiki perahu di samudera luas tanpa ujung, terombang ambing, tidak punya tujuan, hanya membiarkan laut berbaik hati membawanya ketepian.
Saya juga pernah bertanya kepada seorang teman dekat, seorang perempuan.
“Beb, emangnya kamu target wisudanya kapan?”
“Aku nggak punya target, Re. Aku jalani aja hidupku, aku ngelakuin apa yang mau aku lakuin”.
“Oh gitu, tapi kalo boleh tau, Visi hidupmu apa e?”
“Aku nggak punya”.
Selesai. Percakapan kami tidak berlanjut.
Kadang, kita hidup dalam oase dan sudut pandangan yang menyimpan banyak kontradiksi. Utopis.
Terjerat dalam bayang-bayang mobilitas sosial yang menggelantungi pundak, pilihannya hanya dua; social climbing or social sinking.
Dan lagi, kata-kata agent of change sepertinya hanya menjadi dalih-dalih sloganistik. Jangankan membawa perubahan untuk sekitar, perubahan untuk diri kita sendiri bahkan hampir tidak ada.
Ya Rabb, tolong jaga diriku.
Karena diri kita, lahirlah makhluk-makluk yang ‘mau enaknya saja’ dari rahim negeri ini. Kita adalah perwajahan anak muda yang kehilangan jati diri.
Tolong, jangan dilanjutkan Re!
Orang-orang menjungkir balikkan logika hanya demi penggiringan opini, membawa manusia-manusia dalam arah yang mereka inginkan. Walhasil, terciptalah robot-robot berbentuk manusia di negeri zamrud khatulistiwa.
Re….. hentikaaann…
Oke, saya hentikan. Saya jeri membayangkan itu.
Bahwa sesungguhnya, agent of change disini haruslah bertransformasi menjadi director of change.
Kenapa dilanjutin, Mbak?
Well, kita bahas lain waktu saja perihal jati diri anak muda. Saya sudah lapar dan mau makan dulu.
*FYI, saya makan sambil ngetik
Okeh, sekarang apa?
Teruntuk kalian, orang-orang bervisi besar. Kalian mungkin perlu melihat sekeliling. Jangan-jangan, di dalam diri teman-teman kalian, masih tersimpan jiwa-jiwa kurcaci. Padahal dia sendiri berpotensi untuk menjadi seorang giant.
Dari visi, lahirlah misi, lahirlah cara, ide-ide gila, lahirlah mekanisme, lahirlah eksekusi-eksekusi perubahan.
Perubahan kecil mampu berdampak besar.
Itulah mengapa, carilah yang sevisi. *eh
Baiklah.
Dititik ini, Visi menelurkan narasi-narasi.
Apakah narasi yang dibawa oleh seorang Rere?
“Narasi perjuangan dan keseriusan”.
Dibawa kemana narasi itu?
“Daerah, bisa jadi Langkat. Bisa jadi bukan”.
Apakah narasi-narasi itu? Sebutkan dan jelaskan secara lengkap!
*udah kayak pertanyaan zaman SD
Suatu hari nanti, saya bercita-cita agar suami saya bersedia menjadi Bupati. Bukan untuk ajang keren-kerenan, tapi agar kebaikan yang dibuat lebih luas dan berdampak besar. Selama beberapa tahun membangun kepercayaan publik, metode yang akan dibangun adalah dengan bottom-up, nanti kalau sudah jadi Bupati, metodenya berubah, top-down.
Berikut adalah narasi-narasi yang ada dikepala saya:
Kalau padet kok bisa nulis blog? Back to Brain-dump.
Ada banyak hal yang menyesaki kepala saya, dia harus dipindahkan ke media penyimpanan lain, seperti blog ini.
Kalaulah malaikat maut menjemput saya lebih dulu. Sementara narasi dan mimpi-mimpi ini belum terealisasi. Semoga ada orang baik yang membaca tulisan-tulisan ini, lalu hatinya digerakkan oleh Allah untuk mewujudkannya.
Ah…. tentu akan sangat membahagiakan.
Akan lebih bahagia lagi, kalau saya juga turut mewujudkannya.
Selanjutnya, narasi-narasi ini tentu tidak bisa dieksekusi sendiri. *yaiyalah
Saya butuh… “TEMAN IMAJI”
Apakah teman imaji itu? Teman imaji bukanlah teman dalam imajinasi. Teman imaji adalah teman yang akan membantu dalam mewujudkan semua imajinasimu.
Teman yang akan sama-sama berjuang untuk mewujudkan imajinasi bersama. Saling mendukung dalam imajinasi-imajinasi itu.
Di fase-fase ini, teman imaji saya adalah Ulil, Yanti, Riyana dan lain-lainya.
Mereka yang sejauh ini ikut mewujudkan imajinasi-imajinasi saya, misalnya seperti muncak gunung di bulan depan, ikut kuliah Pra Nikah Rumah Ta'arufQu, Sekolah Calon Ibu, de el el.
Can’t wait for Octoberrrrrr!!!!!
Lalu, siapakah Teman imaji yang akan mewujudkan narasi-narasi diatas tadi? Yang pasti seseorang yang sekarang sedang disiapkan oleh Allah.
Saya tidak mau fokus ke siapa, saya mau fokus ke perbaikan diri saya.
Selamat Hari Sabtu, Teman Imaji!
Perpustakaan Kota Yogyakarta.
29 September 2018
14. 35 WIB
Brain-Dump. Kata seorang ustadz yang kajiannya baru saya ikuti kemarin sore.
Di tulisan ini, saya akan lebih banyak bercerita. *ciyeee cerita terus
Kemarin pagi, saya menge-chat sahabat saya, Ulil.
“Lil, perempuan solehah itu tidak suka dikenal dan mengenal. Tidak suka jadi sorotan, tidak suka jadi titik perhatian. Perempuan solehah itu, dimulutnya tidak menyebut-nyebut nama laki-laki. Demikian dengan laki-laki, tidak menyebut namanya. Akhwat yang ini cantik, humble, blablabla. Perempuan solehah itu selalu menjaga, karena dia percaya bahwa yang menjaga hanya untuk yang terjaga. Itulah mengapa, sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan solihah”.
Beberapa detik kemudian, saya chat lagi.
“Aku merasa hina, Lil. Semangatin aku terus untuk berbenah, belajar jadi solihah, enggak setengah-setengah. Difase kayak gini, kita cuma butuh Allah. No more, No excuse”.
Satu menit kemudian, Ulil membalas.
“Masyaa Allah. Aku tertohok, Re. Seriously, Tertusuk”.
“Jadi gimana, Lil?”
“Kita harus saling mengingatkan, jangan lemah, jangan, jangan pernah”
Betapa Allah Maha Penyayang, memberikan sahabat yang baik, lingkungan yang kondusif, atmosfer yang mendukung untuk selalu mengingat-Nya.
Walaupun, dalam beberapa hal, penjagaan hati, istiqomah, masih sangat berat dan banyak sekali ujiannya.
Setelah chat itu, kami masih melanjutkan berdiskusi perihal sosial media. Tentang bagaimana seorang perempuan yang meng-upload foto wajahnya ke sosmed dengan ukuran close up, menampakkan kecantikannya. Niatnya mungkin menginspirasi, tapi kemudian ada dampak lain yang muncul akibat postingan tersebut.
Astagfirullah, ini reminder buat diri saya dan sahabat saya.
Belakangan, saya mengamati akun instagram Hawaariyyun. Dalam postingan-postingannya, berisi banyak hal yang telah menyadarkan saya akan kehinaan-kehinaan yang lalu.
Begitulah, lagi dan lagi. Allah selalu punya cara untuk mengingatkan hamba-Nya dengan cara yang tidak disangka-sangka.
Pada detik yang sama ketika tulisan ini diketik, saya berpikir bagaimana untuk bisa menjadi cantik.
*Lah bukannya kamu udah cantik? *Iya itu kata Bapak
Cantik yang saya maksud adalah cantik dalam makna sebenarnya. Bukan cantik sebagaimana persepsi manusia. Coba kita lihat doa bercermin ini,
Allohumma kamaa hassanta kholqii fahassin khuluqii
"Ya Allah sebagaimana Engkau telah ciptakan aku dengan baik, maka perbaikilah akhlakku"
Ketika bercermin, kita melihat diri kita sendiri. Kita melihat dalam sudut pandang yang lain. Kita berada pada satu titik ketika memandang rupa kita. Dalam hal ini, rupa yang diberikan oleh Allah adalah sebaik-baiknya rupa. Sebaik-baiknya fisik. Kita mendapatkan fisik itu secara gratis, tanpa usaha. Sungguh, cantiknya fisik atau rupa adalah amanah, adalah ujian buat kita. Salah-salah, bisa jadi fitnah.Lalu mengapa di kalimat berikutnya, “perbaikilah akhlakku?”
Inilah yang kemudian harus digaris bawahi, bahwa rupa sudah dalam kondisi sebaik-baiknya diberi oleh Allah, maka the real cantik adalah akhlak itu sendiri.
Mengapa akhlak?
Kalau ada kaum laki-laki yang membaca tulisan ini, saya ingin bertanya.
Apakah kalian mau, menikah dengan seorang perempuan yang cantik, tapi kalau bicara sembarangan, tidak mengenal adab, tidak punya sopan santun, entah harus dengan seperti apa menggambarkan akhlaknya.
Atau kalian memilih yang biasa saja tapi punya sisi kelembutan, jiwa keibuan, bicaranya sopan, perilakunya santun, pembawaannya tenang, solihah lah pokoknya.
Maka jelaslah jawaban kalian akan memilih yang cantik wajahnya, cantik juga akhlaknya.
Kembali lagi ke yang sudah saya jelaskan, rupa sudah sedemikian baiknya diberi Allah. Ini soal hati, keimanan, akhlakul karimah.
Ini tamparan untuk saya sendiri.
Lalu, mengapa judul tulisan ini “Visi, Narasi, Teman Imaji?”
Baiklah, sekarang kita bahas persoalan ini.
Visi, saya yakin setiap orang memilikinya.
Eh tunggu dulu, ternyata tidak!
Saya ingat beberapa waktu lalu, saya ditanya oleh seorang teman seangkatan, beliau seorang laki-laki dan beberapa hari lagi akan melaksanakan sidang skripsi.
“Re, apa yang membuat kamu mau menikah 2019? Alasannya apa?”
“Ibadah kepada Allah”.
“Udah, itu aja?”
“Untuk berjuang, jalan juangku berat dan berliku, harus ada orang yang sevisi, jadi partner buat menghadapi semuanya. Alasan utamanya karena 2 itu. Kalau alasan yang lain, masih ada lagi, banyak”.
“Jadi penasaran sama perencanaan hidupmu, seberapa berat dan berliku”.
“Wahhhh, aku punya visi untuk membangun Indonesia. Jalannya udah aku buat, perencanaannya juga udah”.
“Boleh banget dibagi ke aku, biar pikiranku kebuka. Jujur, aku belum ada perencanaan kedepannya gimana. Tolong tularin ilmunya”.
Betapa terkejutnya saya waktu itu. Seorang laki-laki, sebentar lagi lulus dan akan menyandang gelar sarjana, tapi belum punya perencanaan kedepan akan melakukan apa?
Bagaimana mungkin? Sungguh kutidak habis pikir.
“Kamu belum terbukanya dibagian apa?”
“Belum kebuka aja pikiranku untuk merencanakan kedepan bakalan gimana. Aku mau tau perencanaan kamu, biar termotivasi”.
Speecchless.
Bapak saya saja belum saya beri tahu semua perencanaan yang saya buat, kalaupun saya beri tahu, beliau mungkin akan turut mengubahnya, memberikan pertimbangan, malah kadang membuat saya goyah.Oh tidak…, visi adalah tujuan besar dalam hidup.
Kalau tidak punya? Ibarat menaiki perahu di samudera luas tanpa ujung, terombang ambing, tidak punya tujuan, hanya membiarkan laut berbaik hati membawanya ketepian.
Saya juga pernah bertanya kepada seorang teman dekat, seorang perempuan.
“Beb, emangnya kamu target wisudanya kapan?”
“Aku nggak punya target, Re. Aku jalani aja hidupku, aku ngelakuin apa yang mau aku lakuin”.
“Oh gitu, tapi kalo boleh tau, Visi hidupmu apa e?”
“Aku nggak punya”.
Selesai. Percakapan kami tidak berlanjut.
Kadang, kita hidup dalam oase dan sudut pandangan yang menyimpan banyak kontradiksi. Utopis.
Terjerat dalam bayang-bayang mobilitas sosial yang menggelantungi pundak, pilihannya hanya dua; social climbing or social sinking.
Dan lagi, kata-kata agent of change sepertinya hanya menjadi dalih-dalih sloganistik. Jangankan membawa perubahan untuk sekitar, perubahan untuk diri kita sendiri bahkan hampir tidak ada.
Ya Rabb, tolong jaga diriku.
Karena diri kita, lahirlah makhluk-makluk yang ‘mau enaknya saja’ dari rahim negeri ini. Kita adalah perwajahan anak muda yang kehilangan jati diri.
Tolong, jangan dilanjutkan Re!
Orang-orang menjungkir balikkan logika hanya demi penggiringan opini, membawa manusia-manusia dalam arah yang mereka inginkan. Walhasil, terciptalah robot-robot berbentuk manusia di negeri zamrud khatulistiwa.
Re….. hentikaaann…
Oke, saya hentikan. Saya jeri membayangkan itu.
Bahwa sesungguhnya, agent of change disini haruslah bertransformasi menjadi director of change.
Kenapa dilanjutin, Mbak?
Well, kita bahas lain waktu saja perihal jati diri anak muda. Saya sudah lapar dan mau makan dulu.
*FYI, saya makan sambil ngetik
Okeh, sekarang apa?
Teruntuk kalian, orang-orang bervisi besar. Kalian mungkin perlu melihat sekeliling. Jangan-jangan, di dalam diri teman-teman kalian, masih tersimpan jiwa-jiwa kurcaci. Padahal dia sendiri berpotensi untuk menjadi seorang giant.
Dari visi, lahirlah misi, lahirlah cara, ide-ide gila, lahirlah mekanisme, lahirlah eksekusi-eksekusi perubahan.
Perubahan kecil mampu berdampak besar.
Itulah mengapa, carilah yang sevisi. *eh
Baiklah.
Dititik ini, Visi menelurkan narasi-narasi.
Apakah narasi yang dibawa oleh seorang Rere?
“Narasi perjuangan dan keseriusan”.
Dibawa kemana narasi itu?
“Daerah, bisa jadi Langkat. Bisa jadi bukan”.
Apakah narasi-narasi itu? Sebutkan dan jelaskan secara lengkap!
*udah kayak pertanyaan zaman SD
Suatu hari nanti, saya bercita-cita agar suami saya bersedia menjadi Bupati. Bukan untuk ajang keren-kerenan, tapi agar kebaikan yang dibuat lebih luas dan berdampak besar. Selama beberapa tahun membangun kepercayaan publik, metode yang akan dibangun adalah dengan bottom-up, nanti kalau sudah jadi Bupati, metodenya berubah, top-down.
Berikut adalah narasi-narasi yang ada dikepala saya:
- Gerakan Subuh Berjamaah (Gersumah), ini linear dengan Gerakan Subuh Berjamaah Nasional. Nantinya, Bupati akan mendatangi masjid satu ke masjid yang lain tiap minggunya. *yang pastii saya haruss ikuttt
- Magrib Mengaji bersama Bupati. Anak-anak akan mengaji bersama Bupati, dan saya juga akan ikut. Akan disediakan fasilitas berupa rumah mengaji gratis untuk siapa saja.
- Kajian Rutin (Ahad-Sabtu). Kajian sebagai wadah untuk menuntut ilmu kalangan muda, orang tua, dan siapa saja. Kajian ini akan diisi oleh ustadz-ustadzah yang berkompeten dibidangnya.
- Sekolah Calon Ibu dan Sekolah Calon Ayah. Sekolah ini diperuntukkan untuk anak-anak muda yang sedang mempersiapkan diri menuju jenjang pernikahan. Sekolah ini dibuat agar mereka paham bagaimana menjadi suami/istri yang baik, bagaimana menjadi seorang ibu yang baik. Sekolah inipun, konsepnya saya tiru dari beberapa lembaga di Yogyakarta. Nantinya, tinggal di inovasikan saja.
- Sekolahnya Manusia. Ini mimpi besar saya, pernah saya tuliskan di caption IG (sekarang udah di private, hehe). Kalau suami saya kelak bukanlah seorang bupati, sekolah inipun akan tetap saya perjuangkan. Paling tidak, mimpi saya jadi guru akan sempurna tercapai. Mendidik generasi terbaik, itu intinya.
- Satu Desa Satu Produk. Produk yang saya maksud bisa apa saja, benda, jasa, atau pariwisata. Nanti akan ada analisanya, akan ada perencanaannya. Bahasa kerennya, akan ada BMC-nya. What is BMC? Bisnis Model Canvas. *widiiiiiwwww
- Satu Desa Satu Taman Bermain. Nahhhhh…. Ini lahir dari relung hati terdalam orang-orang tipe melankolis seperti saya. Taman adalah salah satu tempat yang mengasyikkan untuk bermain, merenung, dan menyingkir dari hiruk pikuk keramaian. *ciyee menyendiri
- Langkat Smart City. Sadar ngga sadar, digitalisasi dan derasnya arus teknologi memaksa siapa saja untuk ikut didalamnya. Persoalan pembangunan wilayah, desa, atau bahkan daerah. Tentu akan dipermudah dengan bantuan teknologi. Saya kira, Smart City ini akan diserahkan kepada ahlinya, Tim IT. *ada yang merasa dikode?
- Integrated Farming. Ini bidang saya, akan menjadi sangat panjang kalau dijelaskan disini. Lain kali saja ya.
- Pengembangan Kompetensi Pemuda (Sekolah Pemimpin Langkat). Persoalan pengembangan dan peningkatan kompetensi pemuda sudah mulai dilakukan oleh project sosial kebanggaan saya. *siapa tucch??? *ya merekalah pokoknya
- Minggu Sehat (Car Free Day). Senam bersama. Laki-laki dan perempuan dipisah.
- Minggu Sore Sharing Session. Ini menghadirkan psikologi berbakat yang akan mendengar curahan hati warga langkat. *ceileehh
- GERAK MAJU (Gerakan Anti Korupsi Manusia Juara) *Ini project saya sewaktu jadi Duta Pendidikan Anti Korupsi Provinsi D.I. Yogyakarta.
- Langkat Transformasi. Fokusnya pada sistem transportasi. Versi Lengkapnya? Nanti ya.
- UMKM JAYA. Akan saya jelaskan di postingan saya berikutnya. Huehue. Sing sabar yooooo..
- Langkat Rumah Pulang. Pernah tau pulangkampuang.com?
- Perpustakaan Millenial. Saya pernah ingin membuat perpustakaan dengan kombinasi taman bermain. Ide ini akhirnya diambil oleh bangunsumut.com. kedepan, saya ingin perpustakaan di Langkat seperti di Yogyakarta. Pelayanannya bagus, fasilitas lengkap, lokasinya terjangkau, rapi dan bersih, sistemnya oke. Tambahan, perpustakaan ini akan dikombinasikan dengan berbagai tempat. Misalnya, perpus dan tempat makan, perpus dan tempat pemancingan, perpus dan tempat ibadah. De el el.
- Taman Fiisabilillah. Kalau di Bandung, Taman Jomblo kaliii yeee… eh tapi yang ini beda. Taman ini adalah taman untuk mereka yang sabtu malamnya terasa hampa. Akan ada nonton bareng di taman, filmnya pun yang berbobot dan mendidik.
- Langkat Bersih Raya. Langkat harus lebih bersih daripada Jogja, lebih rapi daripada Bandung, lebih tertata daripada Solo. Bisa? Maka dari itu kita berjuang bersama.
- Sehari jadi Bupati. Ini upaya untuk mendidik anak-anak muda melek politik. Bagaimana mereka mengungkapkan gagasan, lalu mempresentasikan, lalu yang menang akan jadi Bupati selama sehari. Programnya mirip seperti Bupatinya Bojonegoro.
Kalau padet kok bisa nulis blog? Back to Brain-dump.
Ada banyak hal yang menyesaki kepala saya, dia harus dipindahkan ke media penyimpanan lain, seperti blog ini.
Kalaulah malaikat maut menjemput saya lebih dulu. Sementara narasi dan mimpi-mimpi ini belum terealisasi. Semoga ada orang baik yang membaca tulisan-tulisan ini, lalu hatinya digerakkan oleh Allah untuk mewujudkannya.
Ah…. tentu akan sangat membahagiakan.
Akan lebih bahagia lagi, kalau saya juga turut mewujudkannya.
Selanjutnya, narasi-narasi ini tentu tidak bisa dieksekusi sendiri. *yaiyalah
Saya butuh… “TEMAN IMAJI”
Apakah teman imaji itu? Teman imaji bukanlah teman dalam imajinasi. Teman imaji adalah teman yang akan membantu dalam mewujudkan semua imajinasimu.
Teman yang akan sama-sama berjuang untuk mewujudkan imajinasi bersama. Saling mendukung dalam imajinasi-imajinasi itu.
Di fase-fase ini, teman imaji saya adalah Ulil, Yanti, Riyana dan lain-lainya.
Mereka yang sejauh ini ikut mewujudkan imajinasi-imajinasi saya, misalnya seperti muncak gunung di bulan depan, ikut kuliah Pra Nikah Rumah Ta'arufQu, Sekolah Calon Ibu, de el el.
Can’t wait for Octoberrrrrr!!!!!
Lalu, siapakah Teman imaji yang akan mewujudkan narasi-narasi diatas tadi? Yang pasti seseorang yang sekarang sedang disiapkan oleh Allah.
Saya tidak mau fokus ke siapa, saya mau fokus ke perbaikan diri saya.
Selamat Hari Sabtu, Teman Imaji!
Perpustakaan Kota Yogyakarta.
29 September 2018
14. 35 WIB

4 comments
Kalau ini udah kayak Ibu Bupati beneran kamu Re, wow what a strategy! Mancapp betul!
BalasHapusSuami saya aja sist Bupati nya. Saya Tim hore dibelakang. Wkwk
BalasHapusIya maksud sister, Ibu (Istrinya) Bupati. Cepet-cepetla pulang kamu ke Langkat Re haha
BalasHapusSiap Sist. Makassiiihhh ya. Doakan biar segera dijemput untuk pulang kesana.
BalasHapus