Part 5 : Sekolah Calon Ibu (Financial Planning)
Sesi kali ini diisi oleh satu satu Alumnus UGM, Teknik Sipil Angkatan 1996, Bu Danik.
Beliau adalah salah satu konsultan keuangan yang pernah bekerja sebagai salah satu karyawan di perusahaan swasta.
Sesi Sekolah Calon Ibu kali ini dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2018 dan hadiri oleh Saya, Nisa, Astuti, dan Dhany. Kami berangkat pukul 16.32 WIB menuju rumah Bu Danik dengan motor masing-masing.
Tepat pukul 16.45 WIB saya sampai lebih dahulu di rumah Bu Danik, lalu menunggu Srikandi yang lain, kemudian memulai sesi kelas Calon Ibu.
Pertama, Bu Danik sedikit bercerita mengenai keluarga beliau. Lalu, setelah Bu Danik selesai, kami diminta untuk memperkenalkan diri satu-persatu.
Emm Well…
Saya melihat betul bagaimana Bu Danik memperlakukan anak-anak beliau di depan kami. Sabar, pengertian, dan bijaksana.
Patut dicontoh!
“Sebelum memulai sesi Financial Planning, saya ingin bertanya dahulu soal rejeki”
Kami saling tatap.
“Mbak Dhany dahulu, nanti lanjut ke yang lain”. Bu Danik tersenyum ke arah kami.
“Tentang rejeki, em… rejeki itu, kalau kita bersyukur, maka Allah akan menambah Buk”. Jawab Dhany.
“Rejeki itu, Allah yang memberi Bu, kuncinya juga beryukur supaya di tambah” Jawab Astuti.
“Bersedekah Bu, perbanyak bersedekah, Insyaa Allah rejekinya ditambah”. Nisa menjawab yakin.
“Dari sepuluh pintu rejeki, sembilan di antara nya adalah berdagang Bu”. Jawab saya yang mencoba menjawab dengan cara lain.
“Yap benar, rejeki itu harus kita yakini bahwa Allah sudah mengatur dan membagi sesuai dengan apa yang kita butuhkan”. Bu Danik mengambil nafas.
“Ada banyak orang yang berpikir dan mengkhawatirkan besok akan makan apa, besok bagaimana, kadang-kadang kita ini cemas berlebihan, padahal ada Allah, ada Allah yang senantiasa memberi kita rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka” Bu Danik melanjutkan.
Kami mencatat, dan tetap mendengarkan sesi ini dengan baik.
“Sekarang, pertanyaan berikutnya… Apa posisi istri dalam ‘Manajemen Keuangan’? Urutan menjawabnya bergantian, dari Mbak Rere dahulu”. Bu Danik mempersilahkan.
“Istri dalam manajemen keuangan itu.. em.. yang mengatur aliran uang, Bu”. Jawaban yang terkesan tidak siap.
“Istri itu mengelola uang Bu, membagi kebutuhan, segini untuk apa, segitu untuk apa”. Astuti terlihat sedikit ragu.
“Menteri Keuangan yang mengurus APBN Keluarga Bu”. Jawab Nisa dengan yakin.
“Istri itu, yang paling tahu soal keuangan Bu”. Dhany singkat menjawab.
“Ya benar, pada dasarnya itu semua benar”.
Bu Danik menarik nafas sebentar, kemudian melanjutkan.
“Mengapa uang 300.000 bisa cukup untuk sebulan? Kalau dipikir-pikir, kelihatannya tidak cukup, ya? Tapi,kok bisa cukup?” Tanya Bu Danik kepada kami.
Kami berpikir sejenak. Saling lirik.
“Itulah Keridho-an terhadap rejeki” Bu Danik menatap kami.
“Ada rasa tawakkal, keyakinan pada Allah, bahwa Allah sebenar-benar penjamin atas rezeki hamba-hamba Nya”.
Dan hal inilah yang setiap kali dikhawatirkan oleh manusia. Padahal Allah sudah jelas mengatur, bahkan untuk seekor semut sekalipun.
Saya jadi ingat perkataan Sujidwo Tejo, “Menghina Tuhan itu tidak harus dengan membakar kitab suci, khawatir tidak bisa makan esok hari sudah menghina Tuhan”.
“Suami saya pernah curhat ke saya terkait pekerjaan di kantor. Saya tanya waktu itu ke suami saya. Mas masih suka ndak ama pekerjaan Mas? Mas masih meniatkan pekerjaan Mas sebagai ibadah atau tidak? Waktu itu suami saya menjawab masih suka dengan pekerjaan itu, dan masih meniatkan sebagai ibadah”.
Kami mendengarkan dengan seksama.
“Intinya mbak, saya mau bilang ke mbak-mbak semua yang ada disini, jadilah istri yang menenangkan suami, yang memahamkan bukan mengompori, pahamlah basic rejeki”. Bu Danik menjelaskan dengan nada yang pas.
“Ada kesepakatan-kesepakatan yang perlu kita perhatikan ketika akan menikah nanti”.
“Misalnya, Bu?” Tanya saya.
“Begini, ada banyak tipe-tipe suami. Tidak bisa disamakan setiap orangnya. Disini, kita harus percaya bahwa suami yang dititipkan ke kita adalah pemberian terbaik dari Allah”.
Okeh, Noted.
![]() |
| Foto 1: Sesi diskusi bersama Bu Danik rumah beliau. (Ki-ka : saya, Bu Danik, Nisa, Astuti, Dhany) |
“Suami itu punya dunia sendiri, mereka punya teman, mereka punya hobby. Misalnya, hobby nya mancing? It’s okay selama kebutuhan pokok terpenuhi”.
Kami mengangguk. Mencerna seluruh informasi.
“Mbak, hal yang harus kita ingat adalah suami kita itu milik ibunya. Jangan pernah merasa memiliki dia seutuhnya. Kalau suami memberi uang ke keluarganya, kesepakatannya bagaimana? Kalau suami memberi uang kekeluarga kita, itu bagaimana kesepakatannya? Jangan sampai ada hal-hal yang membuat kita menjadi tidak enak atau tidak bersepakat terkait hal ini. Tapi yang harus dicatat adalah, suami yang solih akan selalu punya cara untuk membahagiakan kita”. Bu Danik tersenyum sejenak setelah kalimat ini.
Well,semoga kelak ‘ditemukan’ oleh yang solih. Maka tugas hari ini adalah menjadi solihah.
Mari berdo’a bersama.
“Kalau kalian akan menikah, atau sudah menikah, maka harus punya Financial Goals. Misalnya seperti punya rumah pribadi, lahan pertanian, naik haji, semua di target kapan akan dicapai”.
Kami kembali mencatat.
“Finacial Goals inilah yang nanti akan membuat kita menjadi punya arah”.
Ah ya, itu benar.
“Uang itu dihabiskan sesuai porsinya. Kalau punya hutang, maka utamakan membayar hutang, tentu saja sesuai dengan akad diawal. Kedua, membayar zakat. Kalian sudah harus belajar fiqih zakat. Ketiga pengeluaran rutin, pengeluaran keluarga inti, makan, listrik, dan lain-lain. Selanjutnya investasi atau tabungan. Oh ya, terkait zakat infaq, sodaqoh, keluarin didepan ya Mbak. NgasihAllah jangan sisa”. Bu Danik menjelaskan secara rinci.
Well, kadang-kadang kita sebagai manusia amat pelit dengan berbagi, padahal Allah sudah janji akan melipatgandakan rejeki kalau kita bersedekah.
Self Reminder.
“Sebisa mungkin alokasi untuk tabungan 10-20% dari total penghasilan. Keep it, dahulukan. Kemudian baru pengeluaran bulanan yang dihitung”.
Lebih terdengar seperti strategi mengatur keuangan keluarga.
It’s Nice, Bu. Let me try.
“Kalau ada pemasukan lebih, silahkan putar menjadi penghasilan yang lain”.
Oh ya FYI, Bu Danik ini punya sekolah, punya restoran, dan punya beberapa bisnis di bidang lain.
Mompreneur.
Solihah Mompreneur.
Mas, Apakah saya boleh? *ini kenapa dah
Okeh, Lanjut.
“Hutang itu maksimal 30% dari pemasukan. Kalau punya uang lebih, diputar lagi untuk lahan penghasilan yang lain. Kalau masih pengantin muda, fokus pada saving, Mbak”. Bu Danik memberi tips kepada kami.
“Saya selalu ditanya suami saya, uang bulanan masih ada? Dan saya menjawab, habis. Tugas sayakan menghabiskan uang. Lalu suami saya nanya lagi, dihabiskan kemana? Barulah saya menjelaskan keuangan secara rinci dan detail”.
Asyik.
Nanti kalau suami saya nanya “Uang masih ada?” lalu saya menjawab “habis”. Kemudian baru menjelaskan secara rinci uangnya kemana saja.
Ah ya, ini yang sedang saya lakukan di buku keuangan pribadi. Sejak memutuskan mandiri finansial mulai 24 Januari 2017, saya memutuskan untuk membuat pencatatan aliran uang saya.
Semoga Bermanfaat :)


2 comments
Assalamualaikum, salam kenal mbak anggrainirere,
BalasHapusmenarik dan manfaat sekali, saya sudah tamat baca 1-6. terimakasih yaaaa :)
kalau boleh tanya, pencatatan finansial spt apa yaa yang baik? makasih mbak :)
Waalaikumussalam warrahmatullahi wabarakatuh. Halo salam kenal juga. Alhamdulillah kalau sudah baca semua. Pencatatan nya sedang akan saya tulis. Semoga bisa segera selesai. Terimakasih.
BalasHapus