Part 6 : Sekolah Calon Ibu (Proposal Nikah)
Sub Bab: Komunikasi Ranjang
Kalau kalian sudah atau sedang membaca tulisan ini, pastikan kalian sudah membaca part-partsebelumnya.
Ah ya, saya memperingati kepada seluruh pembaca bahwa dalam tulisan ini mengandung konten dewasa, maka bijaklah dalam membaca.
Sesi Sekolah Calon Ibu ini dilaksanakan saat Ramadhan kedua, tepatnya hari Jum’at 18 Mei 2018 di Generasi Harapan Corner (GH Corner) yang beralamat Jalan Seturan, Yogyakarta.
Sesi kali ini adalah sesi penutupan Sekolah Calon Ibu bersama Bunda Wening. Sesi terakhir dihadiri oleh Astuti, Nisa, Riyana, Dhany, Nadiyah, dan Saya. Alhamdulillah lengkap.
Kami memilih tempat ini agar diskusi berjalan lancar dan dapat berbuka puasa dengan lebih santai.
Kelas kemudian dimulai pulau pukul 16.00 WIB
Bunda meminta kami untuk membawa laptop karena kami akan praktek membuat proposal nikah ditempat.
Really? Yes.
It was so amazing. Hehe.
Kelas dibuka oleh Astuti, kemudian dilanjutkan pemaparan materi oleh Bunda Wening.
“Hari ini adalah sesi terakhir, kita akan membahas terkait komunikasi ranjang, reviewmateri-materi sebelumnya, tanya jawab terkait sekolah calon ibu, dan dilanjutkan dengan membuat proposal nikah, NggihMbak”
Bunda memulai sambil merapikan tempat duduk.
Kami menyiapkan alat tulis sembari mengkondisikan laptop masing-masing.
Bismillah.
“Mbak, persoalan komunikasi ranjang ini harus diomongin dengan suami. Karena apa? Karena banyak perselingkuhan terjadi hanya karena masalah ini. Salah satu kebutuhan yang tidak bisa di-elakkan oleh pasangan suami istri. Diluar sana orang mungkin menganggap tabu, tapi hal ini adalah hal yang bisa dikomunikasikan dengan baik oleh pasangan suami istri”. Bunda berhenti sejenak.
Kami memasang wajah serius.
“Sesuatu yang menyangkut sex seringkali dianggap kotor, tidak layak diperbincangkan. Tapi hal ini menjadi penting, apalagi ketika nanti menjadi orangtua. Misalnya, ketika anak laki-laki yang sudah berumur 15 tahun, kalau sudah mimpi basah, harus di-treatment dengan baik”.
Bunda menoleh dan memandang kami satu persatu.
“Nanti, kalau sudah mau menikah, bersepakatlah bahwa kalian dan suami kalian akan membicarakan persoalan ‘ranjang’ paska menikah”.
Kami mengangguk. Sepakat.
“Kalian harus menjalin, membangun komunikasi yang baik pada pasangan, sering-seringlah bertanya. Kamu suka aku pakai apa? Daster? Babydol? Atau apa?. Pandailah merawat diri, bersih, wangi, enak dilihat”. Bunda kini sambil memperagakan gaya berias.
“Laki-laki itu kebutuhan sex nya 1-4 kali dalam seminggu,, sedangkan perempuan bisa tahan sampai 3 bulan. Malah kadang ada laki-laki yang mau tiap hari”.
Whaaaatttttttttttttt…….
Raut wajah Astuti berubah. Tidak menyangka. Nisa meringis, Nadiyah tertegun. Riyana terdiam kaku. Sementara saya masih sibuk mencatat.
“Lho, iya mbak. Sperma itu kan panas. Jadi dia harus dikeluarkan, kalau tidak, bisa stress, hormonal berubah, jadi suka marah-marah. Laki-laki itu kalau kerja, lelah, banyak masalah, stress, cara menghilangkannya ya dengan sex tadi”.
(Rada gimana gitu ngetiknya)
“Cinta itu tidak hanya diperjuangkan, tapi juga harus dipupuk dan dirawat”.
Tolong di catat ya.
“Kalian tidak boleh apa adanya didepan suami. Dandanlah yang cantik, yang rapi, yang wangi. Setelah masak, bau bawang, keringetan, bau sambal, terus suaminya pulang, pastikan kalian Mandi, Mandi dulu ya, Mbak”. Bunda menaikkan nada, lalu tersenyum.
Kami ikut senyam-senyum.
Jangan dibayangkan dulu, dikonsep saja dulu yang rapi, nanti prakteknya. Sepakat?
“Kalau sudah menikah 2-3 bulan, tolong tanyakan ke suami, aku udah pas belum dengan yang kamu mau? Menurut kamu aku kurang apa? Kamu suka nggak gaya kerudungku? Kamu suka aku pakai warna apa? Kamu puas dengan penampilanku? Kalau bisa, besok pas belanja baju dia yang disuruh milih. Merah atau hitam? Satu atau dua? yang tali satu atau tali dua?”. Bunda menjelaskan dengan serius.
Saya mencatat, “Ajak suami belanja baju, Re”.
(Mas, beli 2 atau beli 3? 4 aja ya. Mas ke salon atau ke spa? Keduanya ya. Mas boleh luluran, medicure, pedicure? Mas, boleh semua?)
Aduh, nggak kebayang.
“Oke selanjutnya, masih komunikasi ranjang. Kalian harus ingat bahwa ada yang namanya ‘frekuensi sex’, dan jangan hanya berdiri pada sudut pandang kita sebagai seorang perempuan”. Bunda berkata tegas.
Saya jadi ingat, betapa Islam telah mengatur dengan amat rapi dan sempurna terkait hal ini. Bahkan, kalau istri menolak berhubungan, malaikat melaknatnya hingga pagi. Ini lebih ke persoalan betapa mulianya amalan tersebut.
Suhanallah.
Oke, Lanjut ya.
“Kalian harus ingat juga, bahwa sex juga dilakukan dengan beberapa syarat. Pertama, tidak boleh saat haid, karena itu dilarang agama dan kesehatan. Kedua, tidak boleh pada dubur. Ketiga, ketika hamil yang rentan, konsultasikan ke dokter”.
Oke Siap, Laksanakan!
“Saya berharap kalian menjadi istri yang tidak hanya cantik diluar, juga didalam rumah lebih cantik lagi. Diluar rumah menjaga, didalam rumah merawat cinta”.
Kok, Romantis?
“Baiklah, sekarang waktunya me-review materi-materi sebelumnya, ada yang mau bertanya?” Bunda kini memandang kami satu persatu.
Beberapa dari kami mengajukan pertanyaan.
Maaf saya tidak bisa menjabarkan disini.
Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab Bunda, kami memasuki tahap berikutnya, Proposal Nikah.
Jangan tanya bagaimana perasaan saya, deg-degan parah.
“Oke, Proposal Nikah. Sebelumnya ada yang mau ditanyakan terkait ini?”
“Emm… Tahapan nya Bun, Tahapan khitbah”.
“Pertama, kalau ada yang berniat serius kekalian, silahkan sampaikan ke orang tua. Biarkan dia memperjuangkan kalian dengan menemui orangtua kalian dirumah. Lalu, dia memberi proposalnya, kalian dan keluarga pelajari baik-baik. Kumpulkan sebanyak-banyaknya informasi. Kalau kalian oke, keluarga oke, maka beri proposal kalian. Bukan sembarangan tukar-tukaran proposal ya, Mbak. Kalau dia sudah oke, silahkan naik ke tahapan berikutnya. Adakan mediasi, boleh menghadirkan murabbi murabbiah, atau pihak keluarga bertemu, ajukan sebanyak-banyaknya pertanyaan. Manfaatkan waktu ta’aruf sebaik mungkin. Nanti kalau diforum itu sudah oke, sudah mantap, lanjut ke tahap berikutnya. Kalau mau dibuat target juga bisa. Pakailah logika, Mbak. Pikirkan baik-baik, buat pertimbangan, jadilah perempuan yang cerdas”.
Ya, tentu saja. Bahwa laki-laki memilih, perempuanlah yang memutuskan.
Kepada yang terhormat, diri saya sendiri. Maukah engkau untuk senantiasa mengedepankan logika dalam memilih teman hidupmu? Laki-laki yang akan menjadi imam solatmu? Laki-laki yang akan engkau masakkan setiap hari, laki-laki yang akan menyimak hafalanmu dimalam hari, laki-laki yang akan menjadi sosok Ayah bagi anak-anakmu.
Maukah engkau berjanji?
“Sekarang buka laptop, kita langsung buat proposal ya”.
Kami pun membuka laptop, lantas mendengarkan dengan baik apa-apa yang disampaikan oleh Bunda.
“Sekarang tulis data diri. Isinya nama, alamat, anak keberapa, tempat tanggal lahir, agama, cita-cita, dan lainnya. Kedua, deskripsikan diri dalam satu paragraf, saya adalah seorang perempuan yang blabla. Ketiga, visi misi. Harapan ketika sudah menjadi suami-istri. Harapan dalam mendidik anak. Keempat, pola komunikasi, dan yang terakhir perencanaan keuangan keluarga”.
Kami mengetik tiap-tiap point, lalu mulai menjabarkan lebih detail pada bagian-bagian tersebut. Proposal ini nantinya akan dikirim ke Bunda sebagai bentuk komitmen bahwa kami benar-benar membuatnya dengan totalitas.
Note : Ada beberapa hal yang saya tidak jelaskan di blog ini karena masuk ranah privasi dan lebih baik dibicarakan pribadi.



0 comments