Sekolah Calon Ibu RN #3
Warga Amerika mungkin saja berbangga dengan Christoper Colombus yang digadang-gadang sebagai penemu benua Amerika. Namun sejarah mematahkannya, seorang laki-laki muslim dengan armada yang jauh lebih besar, melawan dahsyatnya amukan badai, mengarungi kejamnya lautan, telah menginjakkan kaki bertahun-tahun sebelum itu, dia adalah Laksamana Cheng Ho.
Pasukan muslimin yang berangkat ke medan perang, berjuang dalam deru nafas jihad dan syahid, menuju perbatasan Syam. Seorang pemuda solih yang dipilih untuk memimpin pasukan tersebut berhasil mencatat rekor sebagai panglima perang termuda, usianya 18 tahun, namanya Usamah bin Zaid.
Drama korea anti menye-menye berjudul “Itaewon Class”, yang menceritakan tentang seorang pemuda lulusan SMP, mantan narapidana, dan miskin mampu mengakuisisi perusahaan besar (Jangga) dengan kegigihannya. Sebut saja, Park Sae Royi.
Apakah persamaan antara Laksamana Cheng Ho, Usamah Bin Zaid, dan Park Sae Royi? Tentu saja, mereka sama-sama berjenis kelamin laki-laki.
Ya Allah jangan serius-serius amat baca blog ini, hehe.
Well, sebelum semakin jauh, izinkan saya memberitahukan kepada pembaca bahwa judul tulisan ini adalah, “Membedah Laki-laki”.Apakah kita akan menggunakan pisau bedah? Tentu saja tidak, memangnya siapa yang bersedia menjadi probandus? Hiya hiya hiya..
Oh ya, materi ini tidak akan ditemukan dalam perkuliahan manapun, kecuali kalau ada institusi bernama “Universitas Kehidupan”.
Fakultas Dunia Akhirat, Program Studinya Menjadi Ayah dan Ibu terbaik Sehidup Sesurga.
Masyaa Allah…..
Lalu, mengapa judul tulisan ini “Membedah Laki-laki?”Apakah ada unsur gerakan feminis liberalis yang menuntut kesetaraan seperti dalam jurnal Mbak Lina Gunawan yang judulnya, "Kesetaraan dan Perbedaan Laki-laki dan perempuan, sebuah kritik terhadap gerakan feminism?"
Yeee kagaklaaah….
Absurd bettt..
Saya sarankan untuk membaca buku berjudul Psikologi Suami Istri dan Man are from Mars, Women are from Venus lebih dulu. Saya juga menyarankan kepada kaum lelaki (yang membaca tulisan ini) untuk berhenti membaca sampai disini, tapi kalau masih ingin lanjut, resiko ditanggung sendiri.26 Oktober 2019, di Buper Gunawangsa.
Lokasinya tidak jauh dari rumah sakit ibu dan anak yang saya lupa namanya. Saya datang ketika buper masih sepi, beberapa kru dari Rumpun Nurani belum terlihat hadir.

Saya datang terlalu pagi dan kemudian memutuskan untuk menunggu.
Salah seorang alumni SCI 6 yang juga menjadi panitia mengumpulkan beberapa peserta yang sudah hadir lebih dulu.

Kami diminta untuk hafalan, Surah An-Nisa Ayat 9, At-Tahrim ayat 6, dan Al-Anfal ayat 60.
Pertama, Q.S An-Nisa Ayat 9 yang artinya;
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) Nya. Oleh sebab itu hendaknya mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.
Q.S At-Tahrim ayat 6 yang artinya;
“Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Q.S Al Anfal ayat 60 yang artinya;
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang yang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
Malam harinya, setelah ruangan terkondisikan dan peserta SCI sudah hadir memenuhi ruangan, Teh Deri membuka sesi ini, dan materi diisi oleh Ustadz Yazid.
“Assalamualaikum mbak semuanya, sebelum memulai materi yang cukup penting ini, kita akan memulai dengan berdo’a terlebih dahulu, kemudian saya akan menyampaikan materi juga diikuti dengan games perkelompok”.

You know girls, belajar sambil maen itu seru. Apalagi materinya membedah makhluk yang ….. which is membutuhkan waktu cukup lama
Materi pertama, Tentang Laki-laki.

“Ada berapa jenis kelamin? Apakah hanya dua, laki-laki dan perempuan? Apakah ada jenis kelamin waria?”
“Tidaaakkk”
“Lalu bagaimana dengan mereka yang mengubah jenis kelamin? Apakah ini dibenarkan?”
“Tidaaakkk”.
“Apa perbedaan sex dan gender?”
Beberapa diantara kami mengangkat tangan.
“Sex adalah jenis kelamin, ranahnya biologi. Sementara gender adalah peran pembeda laki-laki dan perempuan dalam ranah sosial, dipengaruhi oleh adat dan budaya”. Salah seorang dari kami menjawab.
Ustadz Yazid hanya mengangguk, dan kembali melanjutkan, “laki-laki dan perempuan pertama yang diciptakan Allah adalah Adam dan Hawa, bagaimana kemudian mereka hidup di dunia?”
Laki-laki (Adam): berkelana, berburu hewan, membawa pulang hasil buruan, mengusir binatang, berdiang api unggun, tidur sendiri-sendiri
Perempuan (Hawa) : Menjaga goa, mengolah hewan buruan, membagi makanan, mengamankan goa, tidur berkelompok.
“Ketika berburu, laki-laki mengendap-endap, fokus, lalu tangkap. Area jangkauan laki-laki jauh, mengamankan wilayah teritori, sedangkan perempuan mengamankan yang dekat”.
Saya mencatat.
“Misalnya, di suatu desa ada maling, disaat yang bersamaan atap rumah kalian bocor, laki-laki akan ikut mengejar maling, untuk mengamankan wilayah teritorinya lebih dulu dibandingkan dengan membereskan genteng. Kalau maling belum tertangkap, maka wilayahnya belum aman, sedangkan bocornya atap rumah bisa dikerjakan nanti”.
Saya mencatat lagi.
“Secara umum, perbedaan laki-laki dan perempuan bisa dilihat di dalam tabel dibawah ini”.
| Laki-Laki | Perempuan |
| Single tasking | Multitasking |
| Satu pekerjaan satu waktu | Banyak pekerjaan satu waktu |
| Tertarik pada benda | Tertarik pada manusia |
| Penting kerja | Penting hubungan |
| Berpikir garis besar | Berpikir detail dan rinci |
| Spasial | situasional |
| Aman | nyaman |
| Wilayah teritorial | domestik |
| Laki-Laki Ukuran tubuh lebih besar 20% Energy 2x lipat Kulit tebal Rambut keras Suara tenor, bass, baritone Sensitif syaraf ½ | Perempuan ukuran tubuh <20% Energy ½ kali Kulit tipis Rambut lembut Suara sopran, tenor Sensitive syaraf 2x |
| - Tertarik gerakan bunyi/mainan - Mobil-mobilan dan senjata - Berkelahi, menyerang - Kompetisi - Pemimpin | - Tertarik pada suara dan ekspresi - Boneka, rumah, masak - Diskusi, merumpi - Kolaborasi - Setara dalam kelompok |
| 7000 kata perhari Ribuan sel sperma tiap jam dari akhil balig- akhir hayat Lebih rasional (akal) | 20.000 kata/perhari Beberapa sel telur perbulan Lebih emosional (rasa) |
Hubungan dengan sesama
Laki-laki : penguasaan, kasar, gagah/membual
Perempuan: kebersamaan, lembut, merayu/anggun
Laki-laki: Melindungi, mengawasi, menanggung, seks (hasrat/imbalan)
Perempuan : Melindungi, menuntun, berperan, seks (ikatan/ percaya)
“Terkadang, laki-laki merasa dengan punya gaji, maka urusannya selesai, padahal apa yang dipikirkan kaum perempuan tentang peran dan kolaborasi tidaklah demikian”.
Saya mencerna kalimat itu. Inikah yang dimaksud dengan sinergitas yang kadang luput dari praktik keseharian masyarakat pada umumnya? Apakah perempuan yang menjadi anak kandung patriarki terjerembab dalam lembah kerendahan dan eksotisme issue kesetaraan? Entahlah.
“Laki-laki selalu berpikir tentang seks”.
Jeda beberapa detik.
“Laki-laki bisa melakukan seks tanpa cinta dan ikatan. Itu makanya laki-laki kalau bermasalah dengan seks, dia bisa ke PSK. Karena dia bisa melakukan seks tanpa rasa cinta”.
Kok serem?
Sebuah jurnal yang ditulis oleh Odam Asdi Artosa yang judulnya “Pekerja Migran dan Ekonomi Ilegal (Prostitusi) di Wilayah Pasar Kembang, Yogyakarta” mengatakan bahwa adanya sektor illegal ini disebabkan oleh faktor supply-demand-catalyst. Hal ini juga diperkuat oleh Binahayati dan Nunung (2018) dalam Penanganan Pekerja Seks Komersial di Indonesia yang juga menyoroti faktor, dampak, dan fenomena prostitusi di Indonesia.Laki-laki yang bekerja di area pembangunan rel kereta membutuhkan hiburan ditengah pekerjaan, dan itu adalah seks!
Tentara Belanda membutuhkan hiburan ditengah penjajahan, dan itu adalah seks.
Sementara itu, tentara Indonesia memanfaatkan seorang mata-mata perempuan untuk memata-matai tentara Belanda dengan mengutus seorang pekerja seks, namanya Bu Rumiyati.
Hal ini mengingatkan saya pada kisah seorang perempuan jawa pada masa penjajahan Jepang dalam buku berjudul Momoyek. Betapa kejamnya penjajahan dan praktik prostitusi pada masa itu. Belum lagi, konservatisme di wilayah Peshwar dekat tribal area Pakistan membuat saya bertanya-tanya arti homoseksualitas dalam balutan agama dan kekakuan budaya.
Adakah agama, budaya, dan sosial layak menjadi kambing hitam hawa nafsu?
Duh pusing. Kembali ke topik.
Kalau kita bertanya mengapa prostitusi itu masih ada, maka hal ini mengantarkan pada teori ekonomi, supply and demand.“Tapi kan banyak alasan kenapa seseorang terlibat dalam dunia prostitusi, misalnya karena trauma masa lalu, himpitan ekonomi, kesenangan sesaat, dijebak dan dipaksa, perdagangan manusia, tidak bisa keluar dari zona tersebut, dan masih banyak lagi”
Sooo…. Complicated.
Sayangnya, target Kemensos untuk menghilangkan praktik prostitusi pada tahun 2019 sempurna hanya menjadi mimpi siang bolong.Semoga kita senantiasa dijauhkan dari segala marabahaya dan dosa-dosa semasa hidup. Aamiin.
“Mbak, ketika ada masalah, cara laki-laki mencari solusi adalah dengan diam. Sedangkan perempuan dengan berbicara”.Kalimat ini sempurna benar. Ustadz Salim A Fillah dalam bukunya yang berjudul “Bahagianya Merayakan Cinta”, beliau menyebutkan bahwa laki-laki perlu masuk kedalam goa untuk berpikir, merenung, berkontemplasi, memikirkan kemungkinan-kemungkinan solusi, lalu kembali ke dunianya dengan aksi nyata. Sedangkan perempuan, menghadapi masalah dengan sepenuhnya bercerita, solusi nomor 137.
Wadidaw, dibalik wadidaw.
“Kemarin tuh ya, aku capeeek banget nyuci baju, beresin rumah, masak, piring kotor buanyaak, belum lagi harus belajar, kerja dan lain-lain. Eh, punya suami pulang kerja leha-leha bukannya bantuin dikit-dikit. Gatau apa ya istri juga lelah dirumah dan bekerja”. Kata seorang perempuan muda yang sudah jadi istri.Dengan santai, suaminya menjawab, “Besok aku cariin pembantu ya”.
Dengan wajah bersungut-sungut sang istri menjawab, “Kamu kira aku ini tugasnya cuma sebagai pembantu? Dan kamu mau mencarikan pembantu, apa selama ini kamu gak menghargai pengorbananku?”
Yakkkkk…., perang dunia ketiga.
Si suami bingung. Dia hanya mencoba menjadi The Leader level 5 ala Jim Collins yang konkret menghadapi masalah, tapi nasibnya ambyyaar setelah ‘solusi’ yang ditawarkan ditepis mentah-mentah.Siapa salah? Inikan hanya soal persepsi dan komunikasi.
Lagi-lagi, perempuan hanya butuh untuk didengarkan.
“Besok mau kumasakin sambal ganja? Paginya temenin ke pasar ya. Eh tapi ulekannya patah, gimana doong”.
“Hemmm patah yaa”.
“Oh nanti sambal ganja nya aku ulek pake yang lain aja. Btw ya, masak sambel ganja tuh gampang, bahannya cuma 4 jenis, cabe ijo, bawang merah, belimbing wuluh dan udang laut, tapi ya…. agak rempong”.
“Oh gitu yaaa”.
“Tau ga sih, asam ke’eng yang dibuat pake asam sunti segeer banget, tapi aku ga yakin kamu suka, apa masak asam pedes aja kali ya? Kamu bantuin ngulek, jangan cuma ngeliatin. Akutuh sebel kalo lagi rempong di dapur tapi ga ada yang bantu”.
“Hemmm…. iya”.
Kira-kira begitulah contoh percakapannya, perempuan akan merasa sangat berharga ketika segala omongannya didengarkan, sambil ditatap dengan mata yang fokus, dan tidak menyela dengan solusi yang tidak diminta. Wakakaka.
Sederhananya bisa kita bilang begini;
“Sesuatu yang penting tidak dikatakan oleh laki-laki, sedangkan perempuan yang tidak pentingpun dikatakan”.
Kalaulah kalian bertanya mengapa perempuan bisa se-cerewet itu, ngomong terus sampai puluhan ribu kata perhari. Bahkan menurut riset perempuan bicara 20.000-40.000 kata/hari.
Inilah yang disebut dengan keseimbangan alam semesta. Allah menciptakan perempuan untuk mengajari banyak kosakata bagi anak-anaknya. Sang anak kelak akan merekam kata yang terlontar dari mulut ibunya, mencoba berbicara, dan tumbuh sebagai anak yang cerdas.
Alhamdulillah.
Njuk, nek ibuk e pendiem piyeeee???
Yeee kan, ada Bapaknya.
Al-ummu madrasatul ‘ula ..… wal abu mudiruha.
Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, dan Ayah adalah kepala sekolahnya.
Azzzeeek. Okeh, Next!
Makna “qawwam” yang artinya suami/pemimpin utama untuk mengarahkan, menjalin, melindungi, menengahi, mengawasi, memberikan rasa aman.
Benarlah sebuah pepatah yang bunyinya, “Tugas terberat laki-laki bukanlah memberikan nafkah sebanyak-banyaknya, melainkan melindungi keluarganya dari api neraka”.
Eh itu pepatah bukan sih? Sotoy amat dah.
Tapikan emang benerrrr, untuk apalah harta melimpah ruah, rumah besar nan megah, nyatanya tak mampu melindungi jiwa raga keluarga dalam ancaman palung neraka yang apinya menyala-nyala ribuan tahun lamanya.Jleb.
Agak ketar-ketir nulisnya.
Selanjutnya, Breaking conflict.

“Konflik itu seringkali ditakuti, dianggap sebagai hal yang harus dihindari, maknanya buruk, dan dianggap berbahaya”. Ustad Yazid menjelaskan dengan tenang.

Sebagian dari kami mulai mengantuk, malam memang sudah larut, tapi saya masih bersemangat untuk mendengarkan.
“Konflik itu seperti apa dan bagaimana?”
To strike against, fenomena alami pada manusia, hasil konstruktif, dan ada hikmah yang bisa diambil.
“Konflik yang terjadi seringkali menuntut kita untuk melakukan konsensus (kolaborasi)”.
“Darimana saja sumber konflik yang terjadi di dalam rumah tangga?”
- Kebutuhan dasar (basic needs)
- Nilai (Value)
- Sumber Daya (Resources)
- Kepentingan (Interest)
- Pandangan (Perspective)
- Cinta (Love)
Berbagai aspek yang hadir dalam kehidupan bersama mampu melahirkan konflik sekecil apapun. Perbedaan cara pandang, idealisme, bahkan hal-hal sederhana nyatanya mampu memicu konflik.
“Menurutku, Liverpool akan jadi juara premier league”.
“Manchester City lah”
“Yee....The Reds dong”
Adu argumenlah mereka.
“Anak kita gausah imunisasi ya, aku takut isinya senjata biologis”
“Hah? Gak vaksin campak? Hepatitis? Kamu seriusss?”
Lalu konflik.“Aku mau cari gentle birth yang pro dengan lahiran normal seperti zaman Rasulullah dan ketat dengan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) tanpa embel-embel iklan sufor”.
“Iya, tapi gausah dipaksain. Anak kita kan kembar”.
“Haa?? Biarlah aku berjuang untuk bisa menjadi ibu terbaik yang belajar untuk blablablabla”
Lalu konflik.
Seperti yang pernah dibilang oleh Eyang Maslow, eh Mas ajadeh.
Basic human interest menurus Mas Maslow adalah berikut ini:
Actualization, Self Esteem, Belonging, Safety, Survival
Piramida tertinggi dari tingkatan kebutuhan manusia adalah aktualisasi, dimana seseorang dapat mengekspresikan apa yang membuat dirinya senang, bahagia, punya bargaining position di masyarakat, untuk kemudian diakui, dihargai, dianggap keberadaannya.
Alih-alih fokus pada piramida ini, saya malah teringat kalimat seorang teman (sekarang masih teman, gatau kalau bulan depan) yang bunyinya kira-kira seperti ini;
“Mas Maslow sadar bahwa diatas aktualisasi ada spiritualitas, hubungan linear dengan Tuhan”.
Saya terperanjat.
“Kenapa Mas Maslow ndak masukin itu?”
“Karena, kiblat dari pemikiran barat seolah meniadakan aspek Tuhan, dan berpegang teguh pada ilmu pengetahuan”.
Saya terperanjat lagi. Kali ini karena jawaban sederhana yang menunjukkan intelektualitasnya.
O-em-ji.
Skripsi Mbak Nahdliyana yang judulnya, "Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Keluarga Petani Dusun Guyangan Lor, Desa Mertelu, Gunungkidul dalam studi Teori Pemenuhan Abraham Maslow", menunjukkan bahwa masyarakat disana memiliki tingkat rasa aman berkategori sedang namun dapat mengaktualisasikan dirinya tanpa menunggu status kaya.Wiiiww… wiwww…
Yang jelas, piramida ini adalah salah satu aspek yang dapat memunculkan klasifikasi konflik dalam lingkup keluarga secara khusus, dan masyarakat secara umum.“Konflik terbagi menjadi dua, Mbak”.
Konflik dekstruktif, abai dengan akar kepentingan, merusak hubungan, menurunkan rasa percaya, membatasi interaksi, membawa pada eskalasi/kekerasan.
Konflik konstruktif, kenal dengan akar masalah, ada dialog/komunikasi, tingkat percaya, dan penyelesaian.
Seorang Psikolog dan Konselor keluarga yang namanya tersohor di Jogja, sebut saja Bunda Wening, pernah berujar, “Marah itu boleh, tapi marahlah dengan cara yang asertif. Konflik itu biasa, tapi konflik yang konstruktif”.
Ciyeee masih inget aja materi SCI tahun 2018.. heuheu.
“Seringkali, asumsi tentang konflik itu seram dan menakutkan, konflik identik dengan tarung, perang, habisi, bersaing, kompetisi, kalah, kesalahan salah satu pihak, vonis”.
Ustadz Yazid memberi jeda. Malam sempurna gelap gulita.
“Konflik merupakan segmen perjalanan dan peristiwa tantangan yang kemudian menuntut kita untuk berkolaborasi menyelesaikan”.
Woy, catet woy!
*ngomong ke diri sendiri
“Ada banyak masalah dalam rumah tangga yang tidak perlu orang ketiga. Kalian hanya perlu menyelesaikan berdua”.“Sekarang, kita akan mengenali Fakta dan Asumsi, yang kemudian berkaitan dengan perspektif”Pernikahan bukan pertemuan dua orang yang sempurna, melainkan bersatunya dua orang baik yang pemaaf.
-Kang Maman-
Etdaaahhh, study case.
Contohnya:
Manakah fakta dan asumsi?
Suami kalian pulang acak-acakan, sempyongan, kancing baju berantakan, dan mata setengah tertutup.
Asumsi: Kamu mabok ya?
Fakta: Rambutmu acak-acakkan
Contoh lain:
Suami pulang dengan badan berlumpur, sandal hilang satu, wajah kesal
Asumsi: Kamu abis bajak sawah ya?
Fakta : Dia ngejer layangan putus terus kecebur sawah
Contoh lain lagi:
Istri pulang dengan wajah kusam, jalan terseok, menggendong carrier
Asumsi: Kamu naik gunung ya?
Fakta: Yaaa.. emangg… i….yaa…
Pagi harinya, kami praktik bekam, memandikan bayi, dan rapelling.
Saya di bekam Mbak Unai, salah satu santri pondok tahfidz yang lembut perangainya. Kami praktik bekam kering dan basah.

Saya memberanikan diri untuk membekam Mbak Tutur dibagian kaki. Sungguh, praktek bekam ini lumayan lama, selain ketersediaan alat, ilmu, dan keahlian, kita juga harus punya keberanian. Alhamdulillahnya, rekan-rekan rumah tahfidz sudah terbiasa.
Memandikan Bayi. Ini adalah bagian yang paling saya suka.
- Pertama, siapkan semua perlengkapan mulai dari ember, air dingin, air panas, sabun bayi, handuk kering, dan perlengkapan tambahan.
- Kedua, baju bersih diletakkan diatas kasur
- Baju bersih disusun dari luar kedalam (baju panjang, singlet, gurita, kain bedongan)
- Selanjutnya, bayi dimandikan dengan air dingin dicampur air panas
- Suhu anget-anget kuku, 37-38°C
- Mandikan bayi sambil mengajaknya bicara
- Sesudah mandi, anak dibedong biar tenang, bentuk segitiga


[gallery ids="746,738" type="rectangular"]
Bu Dyah Sugandini dalam bukunya yang berjudul, Prophetic Learning To Be Smart Children memberikan tips untuk merawat bayi semenjak kecil, serta memberikan stimulus dalam setiap fase perkembangan dirinya. Lebih jauh, Bu Dyah menjelaskan tentang cara jitu dalam melejitkan kecerdasan anak yang dipengaruhi oleh Makanan, Lingkungan, Pengalaman Emosional, Stimulasi Rasional, dan Aktivitas Fisik.
Contoh sederhana, sambil mandi sambil bermain sink and float.

(Hemm, belajar ilmu gizi dasar, MPASI, Ilmu dasar Teknik Menyusui sadjaah aku belum lulus, mari mensyukuri status jomblo ini)
Pijat Bayi.
Kami menggunakan boneka yang agak lembek.

Pertama, memahami titik tapping (dahu, pelipis mata, bawah hidung dan dagu)
Kedua, coba memulai untuk memijat tangan dan kaki bayi dengan agak dipelintir pelan-pelan
Bagian dada diusap-usap, dan perut diarahkan ke usus bagian kiri sembari menulis,
“I love you”.
Boleh juga kalau mau sambil bernyanyi, “You are my sunshine, my only sunshine, you make happy, when sky are grey, you never know dear, how much I love you, please don’t take, my sunshine away”
Rapelling. Uji Nyali.
Emak-emak juga harus tangguh kan ya?

Kami melakukan rapelling dengan tali tambang untuk menurunkan badan dari jembatan ke sungai. Kegiatan ini tentu saja dipandu oleh seorang Bapak berwajah tegas yang sudah piawai dan berstandar nasyenel.
Saya turun urutan kedua setelah seorang Mbak yang saya tidak tau namanya, kaki saya mantap, apapun yang terjadi saya harus siap.
“Lapor, nama Rere, siap melaksanakan rapelling”. Kata saya.
“Siap, laporan diterima. Nah bagus nih percaya diri”. Kata si Bapak.
Memangnya, apa batas antara takut dan berani?
Saya turun pelan-pelan merayapi badan jembatan.Si Bapak bilang, “Wah, kamu bisa lebih cepat turunnya”.
Saya sampai air, kecebur setengah badan, basah dan merasa telah mengalahkan diri sendiri.
Sooo…. Amazing!
Kalaulah takdir tak pernah mengantarkan saya menjadi seorang Ibu, biarlah tulisan ini menjadi saksi bahwa saya pernah berusaha untuk mempersiapkannya. Karena sesungguhnya, jauh didalam hati ini telah berdiri rasa cinta yang kokoh pada seseorang yang saya belum pernah bertemu dengannya, belum pernah memandangi pipinya, apalagi merengkuhnya dengan hangat, tapi semoga do’a yang melambung ke pintu langit, mampu menggetarkan Arsy’ Illahi Rabbi untuk mengirim mereka yang kelak memanggil, “Ummi”.Selamat dan semangat berjuang untuk seluruh (calon) Ibu Peradaban di dunia :)
Rere, Kota Rindu.
23 Juni 2020.
01.06 Waktu Indonesia Berpikir

0 comments