Sepenuh Hatiku, Untukmu Langkat.
Gelap menjajah bumi, langit biru pergi tanpa permisi. Sore ini tampak lebih serakah untuk awan yang biasanya tersenyum bahagia. Angin menderu melaju tanpa rambu. Pohon kelapa tetangga melengkung hampir patah. Curah hujan turun dengan amarah, geledak geleduk diatas sana.
Ibu-ibu mulai panik, sementara anak-anak mulai berbisik.
Mereka lari terbirit setelah gelembung listrik meletup dilangit. Padahal, seorang anak gempal terlihat santai di ujung jalan. Ah tidak, dia merunduk menekuk tubuhnya untuk melindungi wajahnya dari gempuran hujan.
Lucu sekali.
Hujan memang membasahi, tapi tidak berarti membatasi. Tidak percaya?
Sore yang sama, diwaktu yang sama, di bumi yang sama, hanya terpisah jarak.
Duduk diam menatapi hujan, berhitung dengan denting waktu. Lain tempat, mungkin saja engkau sedang melantunkan Ayat-Ayat Tuhan, atau sedang bersandar di asrama barumu, memandang langit, merencanakan janji-janji masa depan. Atau engkau yang sedang duduk diam memainkan gawai, scroll-up scroll downtulisan yang sempat mengusikmu.
Tentu saja, bukan cerita tentang hujan, atau puisi-puisi romantis. Apalagi nyanyian dan senandung syahdu seorang pujangga.
Ah tidak, ini adalah kisah tentang hari ini.
Begini ceritanya.
Syawal ketiga beberapa waktu lalu, Bapak saya bersama rekan-rekan semasa putih abu-abu berkumpul bersama dalam agenda “Reuni Akbar SMA Percontohan Stabat , 30 Tahun”.
Yaps, Memang sudah 30 tahun mereka terpisah, namun hari itu adalah hari dimana mereka berjanji untuk bersama kembali. Entah sampai kapan.
Selama acara berlangsung, ada sesuatu yang menarik perhatian saya. tentu saja setelah bapak membisikkan sebuah kalimat.
Bukan tentang Ibu-Bapak yang sudah berkepala lima di sebuah gedung mewah. Bukan juga soal generasi Baby Boomers yang kini menjadi pemegang tahta kekuasaan
Ini adalah tentang seorang Bapak bertubuh tinggi tegap, matanya tajam, gurat wajahnya menggambarkan kematangan, dan cara berjalannya menunjukkan bahwa beliau bukan orang biasa.
Seorang Bapak. Usianya 51 Tahun. Belakangan, saya tahu beliau lulusan IP**.
“Bapak, permisi mohon maaf, Apakah Bapak, Bapak X Ajudan Bupati Langkat?” Saya memulai ragu.
“Oh iya, Saya X, Kamu anak siapa?” Beliau menjawab agak menunduk, berusaha mensejajari saya.
“Anak Pak Ali, yang dulu kelas Bio-4”. Saya mulai membaca raut wajahnya.
“Oh ya gitu, gimana?” Sahut si Bapak.
“Oh ini Pak, Bapak saya bilang kalau Langkat punya beasiswa untuk Putera Daerah”. Saya mencari topik pembicaraan.
“Oh iya, minggu depan kekantor saya, di Kantor Bupati, nanti temuin saya disana”. Sambil mengangguk dan berjalan kearah teman Beliau yang sedari tadi melambaikan tangan.
Diam sejenak.
Sejujurnya saya berharap ada diskusi lain. Pernah saya tuliskan di IG dan WA story.
“Oh iya, siap Pak”. Jawab saya sekenanya.
Maka hari itu, mengantongi sebuah janji pertemuan membuat hati ini deg-degan. Bukan soal beasiswa or something else about money. I don’t even care about it.
Karena yang ada dikepala saya adalah mengajak Beliau berdiskusi untuk Langkat kedepan. Jauuuuuuh kedepan.
(Terkait beasiswa, itu nomor kesekian. Tapi percayalah informasi terkait hal itu saya simpan untuk adek-adek yang mungkin punya peluang untuk mendapatkannya)
Well, D-Day!
Setelah wara-wiri mengurus data kependudukan, SKCK, dan seabrek berkas lainnya.
Saya bergegas menuju kantor Bupati. Antara ragu dan yakin, khawatir dan nekat, benar-benar campur aduk rasanya.
“Permisi Pak, ruangan Bapak X yang mana ya?”
“Oh ini mbak, lurus, nanti sebelah kanan, masuk yang agak belok, ruangan kedua”
“Oh ya, nuwun Pak”
Saya berjalan agak pelan, menyiapkan ekspresi terbaik.
Lalu melihat beberapa sudut ruangan, mengabadikan beberapa foto.
Rabbi srahli sodri, wayashirli amrii, wahlul ukdatammilissani, yafkahu qauli.
Ruangan yang agak luas, seorang perempuan berusia empat puluhan menyambut saya.
“Ada yang bisa dibantu dek?”
Saya Tersenyum
“Saya Reni Bu, Mahasiswi UGM, ingin bertemu Bapak. Sudah janjian seminggu yang lalu.”
Lalu saya dipersilahkan masuk.
Ruangan yang besar, tertata rapi, mungkin ukuran ruangan si Bapak empat kali daripada ruangan depan tadi.
“Permisi Pak, Saya yang kemarin…..” saya berkata pelan, untuk tidak dikatakan ragu.
“Oh iya ya, Ke Ibu dulu ya” Si Bapak terlihat langsung bisa mengingat wajah saya.
Akhirnya saya berdiskusi sejenak dengan si Ibu yang tadi menyambut saya.
Beliau menyuguhkan beberapa proposal, menjelaskan beberapa mekanisme pengajuan. Lalu mempersilahkan saya untuk mem-foto copy proposal tersebut.
Hanya butuh waktu tak kurang dari sepuluh menit untuk menyelesaikan tugas pengamatan proposal beasiswa daerah. Lalu saya bergegas kembali menuju ruangan si Bapak.
Sesi Diskusi Untuk Langkat Yang Lebih Baik Dan Bermartabat.
Itu Judulnya. Hehe.
Okeh, Saya menunggu si Bapak diluar ruangan, maka terjadilah beberapa dialog dengan si Ibu.
“Bu, mohon maaf saya boleh bertanya? Selama ini, fokus Bupati Langkat apa ya Bu?”
“Em… fokusnya…… ya biasa, infrastruktur.”
Saya mengangguk pelan.
“Kalau selama ini, Langkat sendiri program nya ke arah mana yaBu? Karena saya melihat Langkat masih seperti ini”
Si Ibu diam sebentar.
“Fokusnya.. ke.. Pembangunan Sekolah,….Jalan, …” Si Ibu tampak berpikir.
Saya menunggu Kalimat berikutnya yang ternyata tidak ada sambungannya. Baiklah.
Lalu saya mengangguk pelan, berpikir untuk bertanya lagi.
“Jadi Bu, Bagian apa di Langkat yang butuh perhatian lebih Bu? Maksud saya bagian yang mana? Pembangunan, atau pariwisata? Atau yang lain.
“Emmm… mungkin kesehatan, rumah, pendidikan”
Si Ibu menatap saya. Kali ini terlihat penuh tanya.
“Kalau pariwisata ada, di Batang Serangan, Tangkahan, dan lain-lain”.
Saya mengangguk lagi. Kali ini sambil melirik ke jam tangan.
Kalau boleh jujur, saya mengharapkan jawaban yang berdasarkan data. Maksud saya begini, mereka-mereka yang duduk pada jajaran direksi pemerintahan tentu saja memiliki data, memiliki program, memiliki pemetaan, maka menjawab pertanyaan ‘bocah’ seperti saya seharusnya dengan sesuatu yang sifatnya valid.
“Langkat adalah wilayah dengan PDB yang lumayan. Wilayahnya potensial, luasnya sekian. Ada sekian kecamatan, sekian desa. Desa majunya sekian, desa tertinggal sekian. Ada begitu banyak masalah di Langkat. Fokusnya sekarang adalah program A. karena apa? Karena menurut data BPS Kabuaten, Langkat bla bla bla.”
Setidaknya jawaban seperti itu lebih meyakinkan. Lebih bisa membuat saya berpikir untuk merancang sesuatu.
Something Bigger.
Ah tapi, biarlah. Mungkin saya juga tidak menyampaikan pertanyaan dengan keseriusan, sehingga jawaban yang diberikan juga tak sepenuhnya seperti yang saya inginkan.
Well, This is my session with him.
Saya duduk di depan si Bapak. Meja setengah bulat menjadi saksi pertemuan itu. Ruangan menjadi hening, sayup-sayup saya mendengar jantung saya berdetak.
Terdengar berlebihan, tapi begitulah yang sebenarnya.
Apapun, apapun itu, demi Langkat, demi rakyat, dalam darahmu mengalir uang banyak orang, uang ummat, uang pengayuh becak, uang tukang sampah. Bersiaplah untuk kembali kepada mereka.
“Oh kamu yang anaknya ini….. “
“Iya Pak”
Lalu kami berdiskusi perihal pekerjaan Bapak dan si Bapak, kegiatan si Bapak, tentang masa SMA mereka. Tentu saja diskusi hal-hal personal membuat menjadi lebih akrab.
“Udah tadi proposal nya?”
“Sudah Pak, sudah dijelaskan Ibu juga tadi.”
Si Bapak sibuk dengan pekerjaannya, berkas-berkas, dan masih bersedia melanjutkan obrolan.
“Pak, mohon maaf sebelumnya. Tujuan utama saya datang kesini sebenarnya untuk bertanya, Pak”
“Oh ya silahkan mau nanya apa?”
“Terkait program Bupati, Pak. Kalau sekarang fokusnya ke bidang apa ya?”
“Kalau sekarang ke infrastruktur, kebanyakan janji kampanye juga tentang infrastruktur. Padahal, kalau yang namanya pembangunan, membangun tak hanya fisiknya saja, tapi juga manusianya. Coba lihat debat paslon kemarin, tentang infrastruktur juga kan?”
Saya mengangguk. Berpikir sebentar.
“Pak, Bagaimana kalau Bupati Langkat yang terpilih nanti, kita buat audiensi bersama kepala desa, tokoh agama, tokoh adat, mahasiswa Langkat, pengurus dinas, dan lainnya, untuk sama-sama berdiskusi, membawa program, demi Langkat yang lebih baik kedepannya”
Si Bapak meletakkan semua berkas, memandang saya sejenak, lalu menarik nafas.
“Hemm… ya bagus itu, mahasiswa biasanya masih semangat.”
“Bapak Setuju?”
“Ya boleh, bagus itu, nanti masukan suratnya ke bagian protokol, selebihnya nanti diurus bagian humas”
Saya mengangguk lagi.
Obrolan setelahnya tentu saja bisa ditebak. Tentang alamat, anak kebarapa, dan hal lain yang lebih mengakrabkan.
Finally, saya pulang dengan misi yang sudah disampaikan.
Terlepas dari apapun dan bagaimanapun kedepannya, setidaknya ‘nafas perbaikan’ sudah dihembuskan.
Maka, mari berkerja semata-mata untuk-Nya. Berbuat hanya karena-Nya, dan tentu saja mengharap hanya kepada-Nya.
Sebelum saya tutup. Teman-teman mungkin bertanya-tanya ‘audensi’ yang saya maksud seperti apa.
Baiklah, untuk pemerintah Langkat, Aparatur Sipil Negara Bagian Langkat, Mahasiswa-Mahasiswi Langkat dimanapun kalian berada, Pelajar Langkat dari TK hingga SMA, Bapak-Ibu penyapu jalanan, Bapak-Ibu pemutar roda perekonomian, dan rakyat Langkat yang belum saya sebutkan,
Apakah kalian bersedia untuk menerima Langkat menjadi lebih baik?
Apakah kalian bersedia untuk turun dan ikut langsung pada perbaikan itu?
Apakah kalian bersedia untuk merapalkan bait-bait doa demi Langkat kedepan?
Kalau iya, maka hari ini, detik ini, dikala tulisan ini sudah dibaca, Mari sejenak menundukkan hati, bertanya pada diri sendiri, mencoba untuk mencari genggaman tangan, bersama, kedepan, kita akan melewati banyak hal, onak dan duri.
Namun percayalah, perjalanan berjamaah untuk kebaikan tentu saja adalah jalan jihad untuk kebermanfaatan yang lebih luas.
Audiensi untuk Bupati terpilih adalah sebuah forum untuk memberikan ruang diskusi bagi bupati, camat, kepala desa, mahasiswa, tokoh agama dari semua agama, tokoh adat, petinggi dinas, mulai dari dinas sosial, dinas pariwisata, dinas perhubungan, dinas P dan P, dharma wanita, dinas pertanian, perwakilan dari komunitas dan organisasi di Langkat, dan lainnya.
Audiensi ini akan membahas program yang akan dijalankan selama periode bupati yang baru. Tiap-tiap bagian yang saya sebutkan diatas akan membawa program unggulan yang akan diusulkan ke bupati. Tentu saja program ini berdasarkan data dan kegentingan yang tejadi. Misalnya begini, dinas sosial mencatat bahwa angka pengangguran masih tinggi, kemudian pengangguran memicu orang yang menganggur tersebut menjadi begal, maka angka begal naik seiring dengan naiknya jumlah pengangguran. Maka program unggulan dinas sosial adalah ‘meniadakan begal dan pengangguran.
Contoh lainnya, waduk yang sedang dikerjakan menjadi salah satu ikon wisata, juga digunakan untuk bertani dengan sistem kombinasi.
Atau mungkin, program magrib mengaji bersama bupati. Jadi seluruh warga Langkat ketika magrib harus mengaji. Atau mungkin gerakan subuh berjamaah disertai doa untuk Langkat, doa untuk para umara, untuk ulama, untuk kaum intelek, untuk rakyat Langkat.
Ya Rabb…. I thought it would be so romantic.
Nantinya, program-program yang disepakati akan dijadikan catatan untuk seluruh rakyat Langkat. Kemudian bersama mengawasi, memantau, mengingatkan, dan menjadi partisipan yang baik untuk membangun bersama. Membangun peradaban.
Ah ya, tentu saja harapan ini tidak akan bisa terwujud jika pemuda-pemudi terbaik Langkat tidak ikut serta di dalamnya.
Ya Muqqolibal Qulub, tetapkanlah hati kami dalam nikmat iman dan islam.
Tetapkan hati kami untuk senantiasa berbuat kebaikan. Tetapkanlah Langkah kami hanya menuju-Mu.
Dan…..
I have no expectations.
Semoga Allah senantiasa menggerakkan hati para pejuang untuk terus berjuang. Semoga Allah senantiasa menggerakkan hati siapa saja untuk terus berbenah.
Untuk rakyat Langkat, Semoga Allah senantiasa menganugerahi daerah kita.


0 comments